Standardisasi memberikan kepercayaan bahwa produk yang diproduksi dan diedarkan di pasaran telah memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.disini bisa dikatakan standar berperan penting dalam menimbulkan kepercayaan nasional dan global.pengembangan agroindustri yang
mempunyai peluang dan berpotensi adalah agroindustri yang memanfaatkan bahan
baku utama produk hasil pertanian dalam negeri, mengandung komponen bahan impor
sekecil mungkin, dan produk yang dihasilkannya mempunyai mutu yang mampu
bersaing di pasar internasional. Agroindustri yang dibangun dengan kandungan
impor yang cukup tinggi ternyata merupakan industri yang rapuh karena sangat
tergantung dari kuat/lemahnya nilai rupiah terhadap nilai dolar, sehingga
ketika dolar menguat industri tidak sanggup membeli bahan baku impor tersebut.
Untuk itu pelaku usaha dalam hal ini untuk memuat isi dari Standar Nasional Indonesia diperlukan kesadaraan untuk menjamin produk yang berada dipasaran menjadi daya saing didalam maupun diluar negeri segai standar untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang dampaknya selain dapat melindungi konsumen SNI juga merupakan tolak ukur kualitas sebuah produk. Dari sisi produsen adanya SNI ( Standar Nasional Indonesia ) juga bisa digunakan untuk mengukur sebagai mana produk mereka yang sudah mereka buat selama ini telah memenuhi standar yang berlaku.Dengan SNI produsen juga bisa membandingkan produk dan kwalitas yang diproduksi dengan kwalitas produk kompetitornya.Dengan diadakannya SNI menjadikan sebuah nilai bagi masyarakat luas untuk mencintai produk -produk dalam negeri.
II. Keamanan Pangan
Salah satu sasaran pengembangan
di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya
masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Hal ini secara jelas
menunjukkan upaya untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran program keamanan pangan adalah: (1)
Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang
tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu
dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain
dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan
pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dengan diberlakukannya UU No. 7
tentang Pangan tahun 1996 sebuah langkah maju telah dicapai pemerintah untuk
memberi perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman
dan halal. Dalam upaya penjabaran UU tersebut, telah disusun Peraturan
Pemerintah (PP) tentang keamanan pangan serta label dan iklan pangan. Demikian
juga PP tentang mutu dan gizi pangan serta ketahanan pangan.
Gambaran
keadaan keamanan pangan selama tiga tahun terakhir secara umum adalah: (1)
Masih dtiemukan beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan; (2)
Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan; (3) Masih rendahnya tanggung
jawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya;
dan (4) Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan
pangan.
Produk
Pangan yang Tidak Memenuhi Persyaratan
Dari jumlah produk pangan yang
diperiksa ditemukan sekitar 9,08% - 10,23% pangan yang tidak memenuhi
persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan
pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang tercemar
bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak
memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai
persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat yang tidak
memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% - 8,75%. Penggunaan
bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang cukup
menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi
persyaratan.
Penggunaan bahan tambahan yang tidak
sesuai diantaranya adalah: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama
pada produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan
jajanan (pisang goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). Dari sejumlah contoh
yang diperiksa ditemukan 19,02% menggunakan pewarna terlarang; (2) Pemanis
buatan khusus untuk diet (siklamat dan sakarin) yang digunakan untuk makanan
jajanan. Sebanyak 61,28% dari contoh makanan jajanan yang diperiksa menggunakan
pemanis buatan; (3) Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4)
Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso, empek-empek dan lontong.
Pengujian pada minuman jajanan anak
sekolah di 27 propinsi ditemukan hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi
persyaratan penggunaan BTP, terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis
yang digunakan sebanyak 25,5% contoh minuman mengandung sakarin dan 70,6%
mengandung siklamat.
Pestisida, logam berat, hormon,
antibiotika dan obat-obatan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi
pangan merupakan contoh cemaran kimia yang masih banyak ditemukan pada produk
pangan, terutama sayur, buah-buahan dan beberapa produk pangan hewani.
Sedangkan cemaran mikroba umumnya banyak ditemukan pada makanan jajanan,
makanan yang dijual di warung-warung di pinggir jalan, makanan katering, bahan
pangan hewani (daging, ayam dan ikan) yang dijual di pasar serta makanan
tradisional lainnya. Hasil pengujian di 8 Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi
menemukan 23,6% contoh makanan positif mengandung bakteri Escheresia coli,
yaitu bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi.
Dalam hal pelabelan produk pangan,
dari sejumlah contoh label yang diperiksa sebanyak 27,30% - 26,76% tidak
memenuhi persyaratan dalam hal kelengkapan dan kebenaran informasi yang tercantum
dalam label. Sedangkan dari sejumlah contoh iklan yang diperiksa terutama
karena memberikan informasi yang menyesatkan (mengarah ke pengobatan) dan
menyimpang dari peraturan periklanan.
Produk pangan kadaluarsa terutama
diedarkan untuk bingkisan atau parcel Hari Raya/Tahun Baru. Dari sejumlah
sarana penjual parcel yang diperiksa sekitar 33,22%-43,57% sarana menjual
produk kadaluarsa.
Peredaran produk pangan yang tidak
memenuhi standar mutu dan komposisi masih banyak pula ditemukan. Dari sejumlah contoh
garam beryodium yang diperiksa sekitar sebanyak 63,30%-48,73% contoh tidak
memenuhi persyaratan kandungan KlO3.